Ahad pagi, 27 Mei 2012 lalu saya menonton sebuah
acara talk show di sebuah stasiun TV swasta. Acara bincang-bincang ini mengulas
iklan aborsi yang beredar begitu marak di kota Yogyakarta, tepatnya di kawasan
kos-kosan mahasiswa dan pelajar. Dalam iklan yang beredar memang tidak secara
eksplisit menyatakan praktik aborsi, namun dengan menggunakan kalimat
“Terlambat Bulan, silakan hubungi ke nomor berikut ini”.
Iklan aborsi ini menguak ke publik setelah
Lupitinus Sutrisno, aktivis Masyarakat Peduli Anti Aborsi, mengirimkan keluhan
surat pembaca ke sebuah surat kabar nasional. Mas Sutrisno yang juga alumni
perguruan tinggi di Kota Pelajar tersebut merasa resah dengan maraknya
pemasangan iklan praktik aborsi yang terpasang di tembok dan tiang listrik
dibanyak tempat. Begitu marak dan bebasnya pemasangan iklan “praktik haram
aborsi” ini melahirkan asumsi masyarakat akan tingginya praktik aborsi di
kalangan mahasiswa dan pelajar saat ini.
Terkuak dalam pengakuan pemasang iklan yang
dihubungi via telepon oleh Mas Sutrisno dan dilakukan juga oleh wartawan TV
penyelenggara talk show tersebut, bahwa oknum pelaku aborsi tersebut
menyediakan paket obat yang bervariasi sesuai dengan usia kandungan. Untuk obat
di usia kandungan 1-7 minggu seharga 700 ribu, usia 8-12 minggu dengan harga
1,5 juta, usia 1-3 bulan dengan harga 3,5 juta, dan usia 3-6 bulan dengan harga
3,5 juta.