Pages

Senin, 12 Juli 2010

Opini

PEREMPUAN INDONESIA MENGHADAPI TANTANGAN ABAD 21

Oleh: Hidayatulloh

Di sepanjang sejarah, perempuan mengalami pasang surut yang begitu banyak dalam kehidupan personal maupun sosialnya. Bergulirnya abad 21 memberikan tantangan besar bagi kaum perempuan dalam menjaga eksistensi kehidupan mereka. Perkembangan kehidupan manusia mewajibkan perempuan untuk berkiprah agar tidak termarginalkan oleh sistem yang kurang bahkan cenderung tidak memihak kaum hawa. Penulis menguraikan tantangan-tantangan bagi perempuan Indonesia dalam menghadapi abad 21 ini dari berbagai bidang kehidupan.

Pertama, bidang pendidikan. Kehidupan manusia akan sejahtera bila ditopang oleh pendidikan yang berkualitas. Sumber daya manusia perempuan di bidang pendidikan masih jauh dari kata ideal, terlebih masih kuat paradigma sebagian besar masyarakat yang menganggap perempuan tidak akan lari dari 3 hal, yakni dapur, sumur, dan kasur. Hal tersebut belum bisa hilang dari pemikiran masyarakat modern sekalipun. Perempuan hanya diberikan kesempatan berperan dalam wilayah domestik dan tidak diperkenankan ikut terlibat di wilayah publik seperti laki-laki. Oleh karena itu harus ada kerjasama dan dukungan dari masyarakat dan pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan bagi perempuan agar memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki.

Kedua, di bidang keluarga. Masyarakat terkecil dalam sebuah negara adalah keluarga. Sesuai kodratnya perempuan memang ditakdirkan untuk mengandung, melahirkan, menyusui, dan mengasuh anak. Dalam kehidupan masyarakat patrilineal perempuan ditempatkan di bawah kekuasaan laki-laki. Kekuasaan laki-laki yang terlalu besar membuat sering terjadi kasus kekerasan dalam rumah tangga yang mayoritas korbannya adalah perempuan sebagai istri. Suami yang melakukan kekerasan terhadap istri banyak yang melakukan pembenaran dengan dalil-dalil agama, padahal agama sendiri tidak membenarkan tindak kekerasan apalagi dalam rumah tangga. Kondisi istri yang lemah dari segi fisik, ekonomi, dan pendidikan membiarkan dirinya menerima kekerasan karena takut diceraikan dan khawatir dengan nasibnya dan anak-anak. Negara Indonesia telah mengeluarkan Undang-undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang bertujuan melindungi pihak-pihak yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga terutama perempuan yang sering menjadi korbannya. Akan tetapi adanya aturan perundang-undangan tersebut belum menjamin hilangnya kekerasan yang dilakukan suami terhadap istrinya. Perlu adanya kesadaran masyarakat agar menghormati perempuan sebagai manusia yang harus dilindungi. Selain itu pemerintah harus mengambil peran dengan melakukan penyuluhan dan advokasi bagi perempuan yang lemah dalam menghadapi problematika kehidupan keluarga terutama kekerasan dalam rumah tangga.

Ketiga, di bidang politik. Perempuan yang aktif menggeluti dunia politik masih sangat sedikit. Ini dibuktikan dengan jumlah perempuan yang menjadi anggota partai politik, anggota dewan, dan di pemerintahan seperti presiden, menteri, gubernur, bupati, dan walikota masih sedikit. Pemerintah sebenarnya sudah memberikan kesempatan bagi kaum hawa seperti dengan adanya kewajiban kuota 30 persen bagi perwakilan partai politik di DPR, akan tetapi aturan ini belum memiliki pengaruh yang signifikan terhadap jumlah perempuan yang terlibat dalam dunia politik. Ditambah lagi dengan adanya sistem suara terbanyak dalam pemilihan anggota legislatif membuat kesempatan perempuan menjadi anggota dewan semakin berkurang, hal tersebut dikarenakan kurang mampu bersaing dengan calon lainnya yang berasal dari kaum adam. Sedikitnya perempuan yang aktif di bidang politik disebabkan beberapa faktor seperti sumber daya manusia yang kurang, tingkat pendidikan yang masih rendah, sistem yang kurang mendukung, kepercayaan sebagian besar masyarakat yang berpendapat bahwa perempuan tidak boleh berpolitik dan menjadi pemimpin, kurangnya dukungan keluarga, dan lain-lain. Walaupun saat ini sudah ada beberapa tokoh perempuan yang aktif di partai politik dan pemerintahan tetapi belum sesuai dengan harapan. Padahal tampilnya perempuan di bidang politik akan mampu menanggulangi berbagai permasalahan bangsa seperti kekerasan dalam rumah tangga, kejahatan anak, kematian ibu dan bayi, pendidikan, tenaga kerja wanita di luar negeri, anak jalanan dan gelandangan, dan permasalahan bangsa lainnya yang perempuan bisa lebih peka dari laki-laki. Oleh karena itu, perempuan harus lebih berani tampil di dunia politik tetapi dengan modal kualitas SDM yang baik sehingga mereka bisa mewarnai kehidupan politik yang selama ini didominasi kaum laki-laki.

Keempat, di bidang ekonomi. Persepsi sebagian besar masyarakat mengatakan bahwa dalam keluarga laki-laki adalah kepala keluarga dan perempuan adalah kepala rumah tangga. Ini kemudian menjadi dasar pembagian peran antara suami istri yang termaktub dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Implikasinya adalah laki-laki/suami adalah penanggung jawab nafkah keluarga sedangkan perempuan/istri bertanggung jawab terhadap rumah tangga dan anak-anak. Akan sangat baik bila pihak laki-laki benar-benar melaksanakan tanggung jawab tersebut, tetapi kenyataan di masyarakat ditambah lagi dengan kondisi perekonomian bangsa yang carut marut membuat seorang laki-laki/suami tidak mampu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Perempuan/istri akan bekerja untuk menambal kekurangan penghasilan suami. Saat ini sudah terlihat banyak perempuan yang terlibat dalam aktifitas perekonomian di bidang perdagangan, industri, kerajinan, jasa, dan sebagainya. Akan tetapi masih banyak hal yang menjadi tantangan bagi perempuan di bidang ekonomi. Lahirnya Revolusi Industri dengan lahirnya pabrik-pabrik industri membutuhkan banyak pekerja, mereka mengambil lebih banyak perempuan untuk bekerja di pabrik-pabrik bukan bertujuan mengharkat derajat perempuan tetapi hanya ingin mendapatkan tenaga murah dan lebih mudah diatur. Sedangkan untuk pekerjaan lebih layak mereka berikan sebagian besar kepada kaum laki-laki. Sehingga dominasi laki-laki di bidang ekonomi masih kuat dan perempuan hanya menjadi subordinat dan belum mengambil posisi penting saat ini.

Penulis berharap muncul kesadaran kebangkitan perempuan di Indonesia dari dua sisi. Dari pihak perempuan harus sadar bahwa mereka memiliki peran penting dalam segala hidup kehidupan, mereka wajib meningkatkan kualitas dan sumber daya manusia agar tidak lagi hanya mendapat jatah belas kasihan pemegang kebijakan dengan pembagian kuota yang ditentukan. Tetapi perempuan ikut terlibat karena mereka mampu setara dengan laki-laki. Kemudian dari pihak masyarakat dan pengambil kebijakan atau pemerintah harus memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya secara objektif tanpa membedakan jenis kelamin. Semoga perempuan mampu menghadapi berbagai tantangan kehidupan demi kehidupan Indonesia yang lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar