Pages

Selasa, 28 Februari 2012

Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences


Pesantren Darus-Sunnah ini bermula dari pengajian yang hanya diikuti oleh tiga orang mahasiswa di ruang tamu rumah KH. Ali Mustafa Yaqub, MA. Ketiga orang itu ialah Ali Nurdin (sekarang Pembantu Rektor III Perguruan Tinggi Ilmu al-Quran (PTIQ) Jakarta), Saifuddin (kini menjadi Penghulu di Brebes Jawa Tengah) dan Khairul Mannan (kini mengajar di Brunei Darussalam). Kegiatan ini berlangsung sejak tahun 1996.
Melihat kepandaian ketiga mahasiswa tersebut, khusunya dalam bidang Hadis, sekelompok mahasiswa mulai berdatangan mengikuti pengajian tersebut, dan menyatakan minatnya untuk mengaji bersama. Keinginan mereka itupun akhirnya mendapat sambutan hangat, dan pada saat itu juga mereka secara resmi mengikuti pengajian.
Semakin lama, peserta pengajian semakin bertambah banyak. Di satu sisi hal ini menunjukkan sebuah kemajuan, namun di sisi lain sebaliknya. Sebab, ruang tamu yang selama ini dijadikan sebagai "kelas" tak mampu lagi menampung mereka. Dan jika tidak segera ditangani, proses pengajian pun akan tersendat. Namun ini masih bisa di atasi, karena masih ada ruang keluarga yang kapasitasnya lebih besar dibanding ruang tamu.

Beberapa bulan berikutnya, peserta pengajian mencapai 20 orang. Ruang keluarga pun ternyata sudah tidak mampu lagi menampung mereka.
Mengingat kondisi seperti ini, pak kiai khawatir kalau pengajian menjadi tidak kondusif dan tidak efektif. Maka beliaupun berinisiatif memindahkan lokasi pengajian ke masjid Al-Mujahidin yang kebetulan letaknya tidak jauh dari rumah beliau.
Keputusan mengalihkan lokasi ke masjid ini dirasa cukup tepat sebab tak lama kemudian peserta pengajian bertambah lagi menjadi 40 orang. Dan lebih mengesankan lagi, jumlah tersebut bukanlah sekedar kuantitas belaka. Komitmen dan semangat belajar para peserta pengajian pun cukup besar. Hal ini dibuktikan dengan ketika Jakarta dilanda hujan lebat yang nyaris menyebabkan banjir tahun 1997 lalu, semua peserta pengajian tetap hadir meski rumah mereka jauh dengan tempat pengajian ini.
Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yakub, MA

Melihat semangat belajar mereka yang tinggi ini, KH. Ali Mustafa Yaqub pun merasa terharu dan kemudian berinisiatif untuk mendirikan pesantren yang selain berfungsi sebagai tempat belajar-mengajar, peserta pengajian juga bisa tinggal di pesantren tersebut (nyantri). Alasannya, jika turun hujan atau ada hal-hal lain yang menghalangi aktifitas pengajian, para santri tetap dapat menghadiri pengajian, selain itu beliau juga tidak ingin menyia-nyiakan hasrat mahasiswa yang terus-menerus datang mengaji.
Gayung bersambut, secara kebetulan di belakang rumah beliau terdapat sepetak tanah. Sebagai langkah awal, lokasi tersebut bisa dijadikan bangunan asrama santri. Sempit memang, sehingga bangunan ini terkesan seperti kost-an. Meski demikian, orang-orang yang berminat menjadi santri beliau kian membludak.
Suatu ketika, di tengah usaha beliau membangun asrama itu, seorang kiai dari Kaliwungu Jawa Tengah, KH Dimyati Rais, berkunjung ke rumah beliau. Kiai Dimyati mengatakan kepada beliau bahwa tanah yang ada di sebelah rumah beliau ini, kelak akan menjadi pesantren sekaligus asrama putra. Sementara asrama yang sedang dibangun di belakang rumah adalah khusus untuk santri putri. Tentu saja ucapan Kiai Dimyati yang merupakan doa tersebut, diamini oleh beliau meskipun sebenarnya tanah yang ada di sebelah rumah beliau ini bukan miliknya.
Sikap optimistis KH. Ali Mustafa Yaqub ini membuat menteri Agama waktu itu, Bapak Tarmizi Taher, tertarik membantu mewujudkan keinginan beliau. Dari sinilah, akhirnya tanah yang ada di samping rumah dapat dibeli. Dan mulailah dibangun gedung berlantai dua.
Setelah pesantren ini benar-benar berdiri, salah seorang santri tertua beliau, Bapak Ali Nurdin mengusulkan nama Darus-Sunnah sebagai nama pesantren. Beliau pun menyetujuinya karena nama tersebut sesuai dengan visi pendirian pesantren.
Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah berada di bawah Yayasan Wakaf Darus-Sunnah dengan Akte Notaris Ny. Lanny Soebroto No. 1/1999. Sementara pengajar terdiri dari lulusan dalam dan luar negeri. Antara lain, Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA. (Doktor Syari'ah Jamiah Nidzamiyyah Hyderabad India, Guru Besar Ilmu Hadis IIQ, Jakarta), H. Badruddin Abdurrahman, (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta/Universitas King Saud, Riyadh), Dr. H. A. Sayuti Anshari Nasution, MA (Lulusan al-Azhar Mesir dan Sudan serta dosen di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), Mr. Gene Neto (Warga Negara Australia).
 
Rumah Pengasuh Pondok: Disini awal tempat tiga santri perdana belajar hadis dengan kyai.
Sebagai lembaga pendidikan, Darus-Sunnah terlah berhasil menelurkan sarjana-sarjana yang mumpuni khususnya di bidang Hadis dan Ilmu Hadis, dan sampai saat ini telah tercatat hampir seluruh alumni telah terjun di masyarakat, menyebarluaskan berbagai khazanah keilmuan Islam sebagai salah satu wujud pengamalan ilmu yang telah mereka peroleh.
Tentu saja, hal ini membuat pihak Pesantren bangga dan terus ingin lebih banyak melahirkan sarjana-sarjana yang tulus ikhlas, berakhlak mulia, disiplin, berdedikasi tinggi dan menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan serta mampu mengamalkan dan mengaplikasikannya.
Untuk itu, sebagai salah satu bentuk usaha merealisasikan cita-cita luhur ini, Darus-Sunnah telah mulai memperluas lokasi pesantren sehingga nantinya mampu menampung mahasantri yang lebih banyak lagi.
Dalam rangka pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan di Pesantren, Darus-Sunnah juga berniat mendirikan pesantren yang setaraf dengan SLTP dan SLTA dengan takhasshus Hadis dan Ilmu Hadis. Dengan demikian, setelah lulus dari Darus-Sunnah, para siswa telah mampu memahami pedoman utama ajaran agama Islam.
Saat ini, Darus-Sunnah telah membebaskan tanah seluas 3040 m2 yang kini sedang dalam tahap pembangunan. Tanah tersebut akan dibangun asrama khusus untuk santri putra, mulai dari tingkat Tsanawiyah-Aliyah dan Perguruan Tinggi. Sedangkan gedung yang lama akan dikhususkan untuk santri putri.
Pembangunan direncanakan tiga lantai dan dapat menampung 400 santri, 240 santri Tsanawiyah-Aliyah, dan 160 mahasantri. Biaya untuk itu diperkirakan sebesar 10 (sepuluh) milyar rupiah, dan diperoleh dari para penginfak. Insya Allah.


Sumber: www.darussunnah.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar