Pesantren
Darus-Sunnah ini bermula dari pengajian yang hanya diikuti oleh tiga
orang mahasiswa di ruang tamu rumah KH. Ali Mustafa Yaqub, MA. Ketiga
orang itu ialah Ali Nurdin (sekarang Pembantu Rektor III Perguruan
Tinggi Ilmu al-Quran (PTIQ) Jakarta), Saifuddin (kini menjadi Penghulu
di Brebes Jawa Tengah) dan Khairul Mannan (kini mengajar di Brunei
Darussalam). Kegiatan ini berlangsung sejak tahun 1996.
Melihat
kepandaian ketiga mahasiswa tersebut, khusunya dalam bidang Hadis,
sekelompok mahasiswa mulai berdatangan mengikuti pengajian tersebut, dan
menyatakan minatnya untuk mengaji bersama. Keinginan mereka itupun
akhirnya mendapat sambutan hangat, dan pada saat itu juga mereka secara
resmi mengikuti pengajian.
Semakin
lama, peserta pengajian semakin bertambah banyak. Di satu sisi hal ini
menunjukkan sebuah kemajuan, namun di sisi lain sebaliknya. Sebab, ruang
tamu yang selama ini dijadikan sebagai "kelas" tak mampu lagi menampung
mereka. Dan jika tidak segera ditangani, proses pengajian pun akan
tersendat. Namun ini masih bisa di atasi, karena masih ada ruang
keluarga yang kapasitasnya lebih besar dibanding ruang tamu.
Beberapa
bulan berikutnya, peserta pengajian mencapai 20 orang. Ruang keluarga
pun ternyata sudah tidak mampu lagi menampung mereka.
Mengingat
kondisi seperti ini, pak kiai khawatir kalau pengajian menjadi tidak
kondusif dan tidak efektif. Maka beliaupun berinisiatif memindahkan
lokasi pengajian ke masjid Al-Mujahidin yang kebetulan letaknya tidak
jauh dari rumah beliau.
Keputusan
mengalihkan lokasi ke masjid ini dirasa cukup tepat sebab tak lama
kemudian peserta pengajian bertambah lagi menjadi 40 orang. Dan lebih
mengesankan lagi, jumlah tersebut bukanlah sekedar kuantitas belaka.
Komitmen dan semangat belajar para peserta pengajian pun cukup besar.
Hal ini dibuktikan dengan ketika Jakarta dilanda hujan lebat yang nyaris
menyebabkan banjir tahun 1997 lalu, semua peserta pengajian tetap hadir
meski rumah mereka jauh dengan tempat pengajian ini.
Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yakub, MA |
Melihat
semangat belajar mereka yang tinggi ini, KH. Ali Mustafa Yaqub pun
merasa terharu dan kemudian berinisiatif untuk mendirikan pesantren yang
selain berfungsi sebagai tempat belajar-mengajar, peserta pengajian
juga bisa tinggal di pesantren tersebut (nyantri). Alasannya,
jika turun hujan atau ada hal-hal lain yang menghalangi aktifitas
pengajian, para santri tetap dapat menghadiri pengajian, selain itu
beliau juga tidak ingin menyia-nyiakan hasrat mahasiswa yang
terus-menerus datang mengaji.
Gayung
bersambut, secara kebetulan di belakang rumah beliau terdapat sepetak
tanah. Sebagai langkah awal, lokasi tersebut bisa dijadikan bangunan
asrama santri. Sempit memang, sehingga bangunan ini terkesan seperti kost-an. Meski demikian, orang-orang yang berminat menjadi santri beliau kian membludak.
Suatu
ketika, di tengah usaha beliau membangun asrama itu, seorang kiai dari
Kaliwungu Jawa Tengah, KH Dimyati Rais, berkunjung ke rumah beliau. Kiai
Dimyati mengatakan kepada beliau bahwa tanah yang ada di sebelah rumah
beliau ini, kelak akan menjadi pesantren sekaligus asrama putra.
Sementara asrama yang sedang dibangun di belakang rumah adalah khusus
untuk santri putri. Tentu saja ucapan Kiai Dimyati yang merupakan doa
tersebut, diamini oleh beliau meskipun sebenarnya tanah yang ada di
sebelah rumah beliau ini bukan miliknya.
Sikap
optimistis KH. Ali Mustafa Yaqub ini membuat menteri Agama waktu itu,
Bapak Tarmizi Taher, tertarik membantu mewujudkan keinginan beliau. Dari
sinilah, akhirnya tanah yang ada di samping rumah dapat dibeli. Dan
mulailah dibangun gedung berlantai dua.
Setelah
pesantren ini benar-benar berdiri, salah seorang santri tertua beliau,
Bapak Ali Nurdin mengusulkan nama Darus-Sunnah sebagai nama pesantren.
Beliau pun menyetujuinya karena nama tersebut sesuai dengan visi
pendirian pesantren.
Pesantren
Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah berada di bawah Yayasan Wakaf
Darus-Sunnah dengan Akte Notaris Ny. Lanny Soebroto No. 1/1999.
Sementara pengajar terdiri dari lulusan dalam dan luar negeri. Antara
lain, Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA. (Doktor Syari'ah Jamiah
Nidzamiyyah Hyderabad India, Guru Besar Ilmu Hadis IIQ, Jakarta), H.
Badruddin Abdurrahman, (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta/Universitas King
Saud, Riyadh), Dr. H. A. Sayuti Anshari Nasution, MA (Lulusan al-Azhar
Mesir dan Sudan serta dosen di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), Mr.
Gene Neto (Warga Negara Australia).
Rumah Pengasuh Pondok: Disini awal tempat tiga santri perdana belajar hadis dengan kyai. |
Sebagai
lembaga pendidikan, Darus-Sunnah terlah berhasil menelurkan
sarjana-sarjana yang mumpuni khususnya di bidang Hadis dan Ilmu Hadis,
dan sampai saat ini telah tercatat hampir seluruh alumni telah terjun di
masyarakat, menyebarluaskan berbagai khazanah keilmuan Islam sebagai
salah satu wujud pengamalan ilmu yang telah mereka peroleh.
Tentu
saja, hal ini membuat pihak Pesantren bangga dan terus ingin lebih
banyak melahirkan sarjana-sarjana yang tulus ikhlas, berakhlak mulia,
disiplin, berdedikasi tinggi dan menguasai berbagai disiplin ilmu
pengetahuan serta mampu mengamalkan dan mengaplikasikannya.
Untuk
itu, sebagai salah satu bentuk usaha merealisasikan cita-cita luhur
ini, Darus-Sunnah telah mulai memperluas lokasi pesantren sehingga
nantinya mampu menampung mahasantri yang lebih banyak lagi.
Dalam
rangka pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan di Pesantren,
Darus-Sunnah juga berniat mendirikan pesantren yang setaraf dengan SLTP
dan SLTA dengan takhasshus Hadis dan Ilmu Hadis. Dengan demikian,
setelah lulus dari Darus-Sunnah, para siswa telah mampu memahami
pedoman utama ajaran agama Islam.
Saat ini, Darus-Sunnah telah membebaskan tanah seluas 3040 m2 yang
kini sedang dalam tahap pembangunan. Tanah tersebut akan dibangun
asrama khusus untuk santri putra, mulai dari tingkat Tsanawiyah-Aliyah
dan Perguruan Tinggi. Sedangkan gedung yang lama akan dikhususkan untuk
santri putri.
Pembangunan
direncanakan tiga lantai dan dapat menampung 400 santri, 240 santri
Tsanawiyah-Aliyah, dan 160 mahasantri. Biaya untuk itu diperkirakan
sebesar 10 (sepuluh) milyar rupiah, dan diperoleh dari para penginfak. Insya Allah.
Sumber: www.darussunnah.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar