Minggu, 29 Januari 2012
KOMUNIKASI BERMAAFAN
Bertakbir memuji Tuhan, salat Id, makan ketupat, dan mendapat angpao adalah sebuah kegiatan yang menyenangkan dan membahagiakan di saat lebaran. Terlebih lagi kita berada dalam suasana batin kegembiraan, karena telah menuntaskan masa training ketakwaan di bulan Ramadan. Sungguh indah tanggal satu Syawal bagi umat Islam.
Ada satu hal lagi yang tidak akan kita lewatkan, yakni kegiatan saling bermaaf-maafan. Prinsipnya, dalam kehidupan tidak ada satu manusia pun di jagad raya ini yang terlepas dari rutinitas berbuat kesalahan, besar atau kecil, sengaja maupun kekhilafan semata. Kesalahan yang kita lakukan kepada orang tua, guru, sahabat, tetangga, dan orang-orang yang sehari-hari bergaul dan berinteraksi dengan kita. Sehingga akan sangat disayangkan sekali manusia yang tidak memanfaatkan momentum saling bermaafan kepada sesamanya saat ini.
Proses saling bermaafan sekilas terlihat sederhana saja. Kita lambaikan tangan ke saudara kita diiringi dengan ucapan maaf atas segala kesalahan dan kekhilafan. Sebagai bumbunya, kadang kita berpelukan yang menunjukkan sebuah kesungguhan dan keakraban. Pastinya ritual berpelukan hanya dilakukan dengan sesama jenis atau anggota keluarga.
Namun, ada yang garing dari kegiatan bermaaf-maafan. Tangan dan lisan kita mudah bergerak dan bersuara, tetapi hati kita belum sepenuhnya ikut serta dengan tangan dan lisan. Hal ini dapat terlihat dari bahasa tubuh orang-orang yang saling bermaafan. Terlihat belum adanya ketulusan dan keikhlasan dalam meminta maaf dan memberi maaf kepada saudaranya yang seiman. Sehingga cara komunikasinya pun sangat kaku dan penuh nuansa formalitas belaka.
Dengan orang-orang yang berjauhan, kita menggunakan sarana komunikasi yang modern, seperti melalui pesan singkat atau media jejaring sosial. Jarak bukanlah lagi menjadi sebuah kendala. Pilihan kata-kata sebagai permintaan maaf akan sangat mudah dirangkai menjadi susunan kalimat yang indah. Dalam waktu yang singkat, kalimat tersebut dapat sampai kepada orang-orang yang jauh jaraknya dari tempat tinggal kita.
Sejak minus dua hari lebaran, kami mendapatkan begitu banyak pesan singkat ucapan permintaan maaf di hari lebaran. Mulai dari teman di tempat kuliah, kerja, organisasi, bahkan teman yang sudah lama tidak pernah ketemu pun tidak ketinggalam mengirim pesan singkat kepada kami. Bentuk ucapan pun beragam, ada yang serius, penuh keharuan, dan juga yang lucu dan unik. Dari ratusan pesan singkat tersebut, kami mencoba melihat pola komunikasi yang dibangun oleh sang pengirim pesan. Ada yang menulis kalimat dengan penuh kesungguhan sebagai bentuk permohonan maaf, meskipun ada pula yang secara kasat mata, kalimat yang ia gunakan sepertinya terlalu kaku dan formalistis. Atau bahkan, mohon maaf, hanya sekedar melepaskan kewajiban karena memang sudah tradisi mengirim pesan singkat saat lebaran untuk orang yang jauh. Namun, kami tetap menggunakan asas praduga tak bersalah. Ketulusan hati tidak dapat diukur dengan keindahan kata-kata. Hanya Tuhan dan diri orang tersebut yang tahu seberapa besar ketulusan yang ia kirimkan bersamaan dengan kiriman pesan singkat dari telepon genggamnya.
Semoga kita dapat bermaaf-maafan dengan saudara-sauadara sesama muslim di hari lebaran ini dengan ketulusan, keikhlasan, dan pola komunikasi yang tepat, baik yang bertemu langsung maupun yang kita lakukan melalui media komunikasi jarak jauh. Insya Allah, dosa-dosa kita dengan sesama manusia dapat jatuh berguguran di saat tangan, lisan, dan hati kita beriringan serempak saling bermaafan.
Depok, 31 Agustus 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar