Minggu, 29 Januari 2012
PEMIMPIN SETENGAH NABI
Patrialis Akbar, Menteri Hukum dan HAM sedang sibuk sekali di beberapa pekan ini. Hal ini terjadi bukan karena banyak koruptor yang kabur ke luar negeri dengan menggunakan paspor palsu atau kapasitas penjara yang sudah over load, namun disebabkan tugasnya sebagai ketua panitia seleksi ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sejatinya, tahun ini adalah masa berakhirnya masa jabatan komisioner KPK yang dipimpin oleh Busyro Muqoddas dan kawan-kawan.
Pemberitaan di media massa tentang seleksi komisioner lembaga antikorupsi ini cukup besar. Media tidak henti-hentinya mengikuti perkembangan mulai dari tahap pertama hingga terakhir ini sebelum diajukan ke DPR. Para anggota panitia seleksi pun ikut jadi terkenal di kalangan publik, mulai dari sorotan kamera saat rapat maupun di undang secara live di berbagai stasiun tv berskala nasional.
Masyarakat menyoroti proses seleksi di media terutama melalui tv. Sudah menjadi rahasia umum, kita sangat menantikan orang-orang yang akan duduk sebagai pimpinan di lembaga tersebut akan dapat memberantas korupsi yang sudah menjadi penyakit akut di negeri ini.
Begitu pula si Habib, ia tidak pernah absen mengikuti berita di media. Tidak biasanya ia rajin duduk depan tv pemberian kakaknya yang sudah rusak tombol-tombolnya. Bersyukur ia masih bisa nonton, karena sebulan yang lalu sambaran petir merusak tv kesayangan keluarganya. Alhasil, tv butut keluar dari gudang kakaknya sebagai penggantinya.
Seperti harapan masyarakat umumnya, Habib juga ingin korupsi ini diberantas hingga ke akar-akarnya. “Jenuh banget, denger jargon partai-partai berkuasa yang teriak antikorupsi, tapi anggotanya terlibat menikmati uang rakyat yang seharusnya dapat digunakan untuk memperbaiki jalan, sekolah, dan fasilitas kesehatan rakyat”, gumam Habib depan tv jelang azan magrib.
Menurut Habib, para komisioner KPK terpilih harus mencontoh sifat-sifat kepemimpinan nabi. Ia masih ingat waktu sekolah dasar mendapat pelajaran agama Islam tentang sifat nabi. Gurunya menjelaskan, nabi sukses memimpin umatnya karena memiliki sifat-sifat yang mulia yakni siddiq, tablig, amanah, dan fatanah.
Pertama, siddiq. Pimpinan KPK harus berani menyatakan siapa yang salah dan benar. Mereka harus memiliki integritas. Katakanlah jika si fulan melakukan tindak pidana korupsi dengan lantang, walaupun ia tokoh partai besar atau bahkan pejabat penting di negeri ini.
Kedua, tablig. Pemimpin harus mampu menyampaikan informasi, berita hasil pemeriksaan, dan seterusnya dengan baik. Perlu kemampuan komunikasi yang baik, agar tidak muncul kontroversi di masyarakat. Sudah seringkali Habib menyaksikan di tv, para pejabat yang bicara seenaknya saja di publik tanpa berfikir secara matang. Mungkin menurut mereka “yang penting bisa nampil di tv”.
Ketiga, amanah. Menjadi pemimpin adalah amanat, bukan jabatan semata. Habib ingat saat belajar sejarah Islam di Pondok Madani, sebuah pesantren modern di pulau Jawa. Dikisahkan bahwa Umar bin Khattab menangis karena melihat ada rakyatnya yang menderita busung lapar. Tak segan-segan, beliau memikul sekarung gandum dengan punggungnya sendiri mengantarkan ke rumah rakyatnya tersebut. Hal ini karena beliau takut, akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat nanti.
Keempat, fatanah. Carut marutnya negeri bisa jadi karena salah kelola. Tidak menempatkan posisi suatu bidang kepada yang memiliki kompetensi, akhirnya diurus tidak secara profesional. Baik dan rajin saja tidak cukup, tetapi harus diiringi dengan profesionalisme dalam sebuah bidang pekerjaan.
Prinsipnya, nabi sudah tidak turun lagi ke dunia ini. Namun sifat mereka patut kita teladani. Sampai saat ini sulit mencari orang-orang yang mampu meneladani sifat mereka dengan sempurna. Paling tidak, untuk pimpinan KPK ke depan, negeri ini butuh orang-orang yang mampu meneladani sifat nabi. Mereka adalah pemimpin setengah nabi.
Depok, 29 Agustus 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar