Ada
cerita dari seorang gadis berparas cantik dan bertubuh mungil, sebut saja
namanya Bunga. Ia lulus sekolah menengah atas setahun yang lalu. Waktu menunggu
seleksi masuk perguruan tinggi ia manfaatkan belajar bahasa Inggris di Pare.
Dengan dukungan orang tua dan keluarga, akhirnya ia berangkat.
Sudah
dua belas pekan Bunga belajar di Kampung Inggris. Sudah banyak pula tempat
kursus yang ia jelajahi. Begitu pula, jutaan rupiah yang telah mengalir di
rekeningnya dari kiriman orang tuanya dirumah sudah ia habiskan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya disini. Namun apa yang terjadi? Ia merasa belum menemukan
kepuasan dalam belajar. Tidak ada peningkatan yang ia dapatkan.
Setelah
penulis lakukan deep interview terhadap kasus yang menimpa Bunga,
ternyata selama ini ia banyak menghabiskan waktunya di tempat kursus. Dalam
satu periode saja, ia biasa mengikuti dua hingga tiga tempat kursus. Mulai
pukul lima pagi hingga menjelang pukul sembilan malam, ia habiskan waktu
berpindah dari satu tempat kursus ke kursus lainnya. Sungguh semangat sekali
dia!
Lalu
ada cerita menarik dari laki-laki putra petani asal Sidoarjo, sebut saja
namanya Tomcat. Setelah tamat kuliah, ia ingin belajar bahasa Inggris.
Pengalamannya gagal dalam seleksi pegawai perusahaan asing membuatnya semangat
belajar untuk menutupi kekurangannya saat wawancara kerja menggunakan bahasa
Inggris. Lalu ia berangkat dengan mengendarai vespa tua warisan almarhum
kakeknya yang sangat ia cintai.
Seratus
dua puluh hari berlalu. Tomcat sudah banyak mengikuti kursus, mulai dari kelas
speaking, pronouncation, grammar, dan sebagainya. Bahkan hampir semua tempat kursus
yang ada di Pare sudah ia rasakan. Hingga ia sampai bingung hendak mendaftar di
tempat kursus mana lagi. Andaikata Wakapo dan Al-Amin pun membuka kelas bahasa
Inggris, dapat dipastikan ia akan mendaftar. Namun disayangkan, masih saja
kemampuan bahasa Inggrisnya jauh dari harapan. Salah siapa dong? Salah dia
gitu? Salah gurunya atau salah teman-temannya?
Pembaca
yang budiman. Kasus yang menimpa Bunga dan Tomcat dapat menimpa diri kita.
Mereka memiliki semangat dan harapan yang tinggi, namun ada tiga hal menurut
penulis yang harus mereka lakukan. Pertama, review materi. Belajar tidak
hanya dalam ruang kelas. Penulis ingat pesan kyai waktu mondok di
Ponorogo, beliau bilang: “Apa yang kau dengar, lihat, dan rasakan adalah
pendidikan”. Artinya ilmu bukan hanya di ruang kelas yang sangat terbatas.
Seperti kasus Bunga, ia tidak memiliki waktu untuk mengulang pelajaran di
kelas. Waktunya habis dari satu kursus ke kursus lainnya. Akhirnya semua materi
yang ia dapatkan “masuk telinga kanan dan menguap begitu saja tak terolah baik
dalam otak”. Sedangkan untuk kasus Tomcat, ia terlalu mengandalkan transfer
ilmu dari guru. Ia enggan membaca dan mengulang apalagi mengembangkan materi
yang telah disampaikan di kelas. Meskipun ia khatam semua kursus di
Pare, ia tidak akan maksimal meningkatkan kualitas kemampuan bahasa Inggrisnya.
Kedua, practice. Seseorang dapat dikatakan mahir berbahasa jika
memiliki kemampuan listening, speaking, reading, dan writing. Semua ilmu butuh
praktik, apalagi bahasa asing. Ribuan kosakata yang sudah dihafal pun tidak
akan bermanfaat bila tidak dapat digunakan dalam berbicara dan menulis. Bunga
terlalu sibuk dengan kelas di kursus. Ia tidak punya waktu mempraktikan bahasa
Inggrisnya dengan kawan-kawan di kamar atau berdiskusi tentang pelajaran
apalagi untuk menuangkannya dalam tulisan. Untuk Tomcat, ia butuh banyak
praktik dengan kawan-kawannya. Banyaknya kursus yang kita ikuti tidak akan
menjamin keberhasilan bila tidak ditunjang dengan usaha menggunakan bahasa
Inggris dalam kegiatan sehari-hari.
Ketiga, self study atau belajar secara mandiri. Sikap ini
yang membedakan antara orang yang menjadikan belajar sebagai kewajiban dan
kebutuhan. Tipe pertama menganggap belajar hanya sebagai hal wajib dilakukan
misalnya demi mencapai sebuah pekerjaan tertentu atau bahkan gengsi di lingkungan tempat tinggal dan tipe kedua
menganggap belajar adalah kebutuhan penting dalam hidupnya agar mampu
menghasilkan karya bermanfaat bagi lingkungannya. Bunga dan Tomcat harus punya
semnagat self study. Belajar bukan menghabiskan usia dan menjelajahi semua
kursus. Begitu pula tidak boleh merasa cukup dengan materi dari pengajar.
Jadikan itu sebagai modal untuk dikembangkan. Buat target dan rencanakan waktu
dalam belajar. Disiplin menjadi bagian penting dalam suksesnya self study.
Tulisan
ini saya persembahkan untuk kawan-kawan seperjuangan di Pare; Cherry English
Camp, SMART ILC, dan LOGICO. Semoga mimpi kita datang kesini tercapai.
Terima kasih infonya
BalasHapusPinjaman